Selasa, 21 Juni 2016

HATERS

- (tiga tanggapan filosofis)




helooo...Guysssssss yang kece dan seksehhh....!

saya bosan (kok baper..? yah nggak, lah..!), bosan sekali membaca states berupa gerutuan pada orang-orang yang suka iri hati, dengki, cemburu. singkatnya, yang membuat beberapa teman FB saya sakit hati (apa su istilahnya..? lever ka apa ka itu tu..ahaaiii..). status-status itu pada intinya genit, meski sesak di dada. seperti kamu.

berikut ini tiga tanggapan filosofis sehubungan dengan fenomena haters di dunia nyata yang pelampiasannya terjadi di dunia maya. (dengan harapan: apa salahnya kalau kalian selesaikan baik-baik, biar masalah di dunia nyata tidak diseret ke dunia maya? sebagaimana saya sering urut dada pada beberapa teman yang, marah di FB tapi minta maaf di WA... ihhhhhh....)


1. menurut filosof Immanuel Kant, yang dapat manusia ketahui itu hanya 'das ding für mich' atau fenomena yang tampak. 'das ding an sich' atau sesuatu dalam dirinya sendiri, tak dapat diketahui (kritik untuk Kant: dia tahu dari mana kalau ada 'das ding an sich'? hmmm..). jadi, orang lain hanya menilai apa yang tampak. yang paling tahu tentang diri kita hanyalah kita sendiri. bahkan, ada pula hal-hal dalam diri yang tak kita ketahui. dalam bahasa lain, itu misteri.

2. filosof Martin Heidegger menyebut definisi sebagai pemiskinan atas realitas. definisi itu batasan. misalnya, orang bertanya, siapa itu Reinard L. Meo? jawaban yang paling cepat ialah 'dia itu satu anak muda asal Bajawa'. itu pembatasan atas realitas Reinard, karena selain orang Bajawa, beliau pencinta lombok tomat, mahasiswa aktif STFK Ledalero yang suka mengantuk 15 menit awal, mantannya si X, kakak iparnya si Y, dan masih banyak lainnya. jadi, ketika seseorang menilai kita, itu mereka sedang membatasi realitas kita.


3. "Jeder Mensch hat ein eigenes Mass, gleichsam eine eigene Stimmung aller seiner sinnlichen Gefuehle zueinander: setiap manusia memiliki takaran masing-masing, semacam suasana khas rasa indrawi satu terhadap yang lain" (Herder). kalau kita sepakat dengan Herder, sekiranya: (a) kita bukanlah yang paling benar, sehingga menganggap sesama kurang bahkan selalu salah, (b) (ini yang paling penting) kita tidak boleh memaksa orang lain berdasarkan isi kepala kita, sedang kita menolak patuh di bawah kemauan orang lain. lain perkataan, hanya suka melancarkan kritik sebaliknya marah besar saat menerima kritik, dan (c) kita harus sadar, mantan dapat saja menjadi sahabat sejati dapat pula tajam-beringas melebihi belati.

pertanyaannya: masihkah kita mau buang-buang waktu membuang-buang waktu terjebak dalam permainan para haters? bukankah masing-masing kita juga pernah gagal menilai orang lain? atau paling kurang, bukankah kita pernah menyakiti mantan kita yang kurang sexy dan suka main mata saat bermotor?

kalau ada teman-teman yang punya ide dan mau tanggap secara teologis, pedagogis, sosiologis, ekonomis, geografis, matematis, teknologis, puitis, genit(is) (ehhhhhh....) dan is-is yang lain, sila...!


-selamat berdiskusi.

Er El Em
Bajawa, 22 Juni 2016




sumber gambar-gambar: https://www.google.com/search?q=haters&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwipwaKItbrNAhUGtY8KHZNjAXEQ_AUICCgB&biw=1366&bih=663.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar